Berlangganan untuk Update Gratis!

Nantikan Update terbaru dari Cmus Palu :)

Wednesday 28 June 2023

Pajak Kita, Pembuluh Nadi Pembangunan Negara, Kunci Pemulihan Ekonomi Nasional

Gambar: Direktorat Jenderal Pajak
Membentang seluas 7,8 juta km2 diantara dua samudera raya serta dua benua, Indonesia merupakan tanah yang dianugerahkan Tuhan begitu banyak kekayaan melimpah. Tersebar di tujuh belas ribu pulaunya 270 juta jiwa yang terdiri atas 1.340 suku bangsa dengan 718 bahasa daerah serta kearifan lokalnya masing-masing menjadikan Indonesia sebagai negara kepulauan terbesar dan salah satu negara paling beragam di dunia.

Pesan mengenai kebesaran dan keberagaman Indonesia yang majemuk ini selalu disampaikan oleh Presiden Joko Widodo pada tiap kesempatan. Menjadi pengingat bahwa negara yang amat besar ini perlu dijaga secara utuh oleh seluruh anak bangsa tanpa terkecuali sekaligus pula mengingatkan bahwa pekerjaan untuk terus memajukan negeri ini tidak akan pernah berhenti.

Disinilah Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) berperan. Setiap tahunnya pemerintah bersama DPR menetapkan APBN dengan harapan dana yang dirancang dapat tepat sasaran. Untuk tahun 2023 pemerintah menargetkan pendapatan negara sebesar Rp2.463 triliun yang berasal dari pemasukan perpajakan sebesar Rp2.021 triliun, penerimaan negara bukan pajak (PNBP) sebesar Rp441,4 triliun, dan hibah Rp0,4 triliun. Sementara untuk belanja negara dialokasikan sebesar Rp3.061,2 triliun yang terdiri atas belanja pemerintah pusat sebesar Rp2.246,5 triliun dan transfer ke daerah sebesar Rp814,7 triliun. 

Besarnya dana APBN diprioritaskan untuk belanja 3 sektor, yaitu pendidikan sebesar Rp612,2 triliun, kesehatan sebesar Rp178,7 triliun, dan perlindungan masyarakat sebesar Rp476 triliun. Biaya yang dibutuhkan memang tidak sedikit, negara sebesar Indonesia memerlukan biaya pembangunan yang besar pula. Disinilah kita dapat melihat pajak berkontribusi besar dalam pendapatan negara baik itu untuk pembangunan infrastruktur maupun peningkatan kualitas Sumber Daya Manusia (SDM).

Dalam UU No.28 Tahun 2007 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan, pajak adalah kontribusi wajib kepada negara yang terutang oleh pribadi atau badan yang bersifat memaksa berdasarkan Undang-Undang, dengan tidak mendapat imbalan secara langsung dan digunakan untuk keperluan negara bagi sebesar-besarnya kemakmuran rakyat. Sebagai salah satu instrumen fiskal, pajak memiliki peran penting untuk membangun negara dan mendukung jalannya pemerintahan. Selain itu, pajak juga dapat digunakan sebagai instrumen untuk menstimulasi perekonomian.

Pajak sejak dulu hadir sebagai penyanggah pembangunan negara dan bangsa. Selayaknya pembuluh nadi yang berperan penting dalam menyalurkan oksigen ke seluruh organ agar dapat berfungsi dengan baik, maka begitupula peran pajak. Dengan pajak seluruh program pembangunan pemerintah dapat berjalan dengan lancar. Pembangunan infrastruktur misalnya, pada tahun 2022, anggaran infrastruktur yang dialokasikan sebesar Rp. 365,8 triliun dan meningkat di tahun 2023 menjadi Rp392 triliun. Untuk ukuran negara kepulauan dengan luas total 7,8 juta km2, infrastuktur Indonesia sangatlah tertinggal. Pada tahun 2020 silam Ibu Sri Mulyani menyampaikan bahwa gap atau kesenjangan infrastuktur antara pulau jawa dan luar jawa sangatlah besar. Padahal, infrastruktur adalah salah satu indikator kemajuan suatu negara. Oleh karena itulah pembangunan infrastruktur terus dibangun oleh pemerintah dengan menekankan pemerataan atau konsep Indonesia-sentris.

Dengan adanya pembangunan yang merata, kesenjangan di Indonesia dapat menurun. Badan Pusat Statistik mencatat sejak September 2015 (tahun dimulainya pemerataan infrastruktur) angka rasio gini (indikator ketimpangan pengeluaran penduduk) Indonesia mengalami penurunan sampai September 2019. Kondisi ini menunjukkan bahwa selama periode tersebut terjadi perbaikan pemerataan pengeluaran penduduk Indonesia. Hingga September 2022, angka gini rasio Indonesia tercatat di 0,381 lebih baik dibanding tahun 2020 saat dimulainya pandemi yaitu 0,385.

Banyak yang mengatakan pajak adalah bentuk pemerasan negara terhadap rakyat, padahal pajak sejatinya merupakan ciri khas masyarakat Indonesia sejak dahulu bahkan sebelum masa kemerdekaan. Bangsa kita selalu lolos dari tempaan ujian sejarah sebab selalu menerapkan prinsip gotong royong. Begitu pula dengan pajak, sejatinya pajak dikumpulkan dari urunan gotong royong masyarakat Indonesia demi membangun negerinya sendiri. Hal ini terbukti dari penerimaan negara dari pajak yang semakin tinggi tiap tahun dan meningkatnya kesadaran masyarakat akan pajak. Lagipula pajak diatur oleh undang-undang dan peruntukannya diawasi secara ketat oleh negara sehingga harus tepat sasaran. Ingat, “Taxation without represention is robbery” atau “Pajak tanpa undang-undang adalah perampokan”, oleh karena itulah negara mengatur perpajakan ini dalam undang-undang yaitu UU Nomor 28 Tahun 2007 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan dan UU Nomor 7 Tahun 2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan. Dibentuknya undang-undang mengenai pajak ini tidak lain merupakan amanat konstitusi UUD NRI 1945 Pasal 23A.

Bahkan pada saat kondisi yang penuh dengan ketidakpastian ini yaitu pasca Pandemi Covid-19 dan adanya perang Rusia dan Ukraina, pajak berperan penting dalam hal menyediakan anggaran untuk pemulihan ekonomi nasional. Di tahun 2021 dana Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN) 2021 sebesar Rp 744,77 triliun, kemudian di tahun 2022 ini PEN dianggarkan sebesar Rp 414 trilliun dengan tiga kluster, yaitu kesehatan dengan pagu mencapai Rp 117,9 triliun, perlindungan masyarakat Rp 154,8 triliun, dan penguatan pemulihan ekonomi Rp 141,4 triliun. Adapun program perlindungan sosial diubah menjadi pemberdayaan masyarakat yang alokasinya Rp 321 triliun. Keseluruhan dana itu diambil daripada APBN yang lagi-lagi pendapatan terbesarnya berasal dari pajak.

Alokasi dana dari pajak untuk pemulihan ekonomi nasional ini terbukti berhasil dengan stabilnya ekonomi Indonesia dibanding negara lain termasuk negara G20 sekalipun. Ekonomi Indonesia pada pada Triwulan I-2022 mampu tumbuh kuat sebesar 5,01% (yoy) bahkan saat puncak pandemi di tahun 2021, tercatat pada kuartal II 2021, ekonomi Indonesia tembus 7,07 % (yoy). Ini menunjukkan betapa pentingnya strategi pemulihan ekonomi yang didasarkan pada pajak. Bahkan saat banyak negara mengalami inflasi tinggi Indonesia tetap stabil di 3,47% (yoy) pada Mei 2022, salah satu terendah diantara negara G20 dibanding Inggris 9%, Amerika 8,5%, Turki 70%. Kini di tahun 2023, Indonesia menurut IMF mengalami pertubuhan ekonomi yang stabil dan masih di atas rata-rata dunia, yaitu di angka 5,1%.

Pemerintah juga di satu sisi terus membuat kebijakan yang meringankan masyarakat untuk dapat membayar pajak seperti Tax Amnesty (Pengampunan Pajak), pemutihan denda pajak di tingkat daerah, hingga penyederhanaan birokrasi dan peningkatan layanan bagi wajib pajak.

Pada akhirnya marilah kita segenap bangsa Indonesia terus melakukan upaya terbaik dan kewajiban kita dalam membangun negara melalui pajak. Sebab dengan urunan kita pemerintah dapat membangun dan membawa negara besar ini menuju kemajuan dan kesejahteraan sebagaiamana amanat para pendiri bangsa kita dalam UUD NRI 1945.

Penulis: Muhammad Muflih Gani.

Friday 14 January 2022

Salah Kaprah Pelegalan Zina Pada Permendikbud Nomor 30 Tahun 2021

 

“Salah Kaprah Pelegalan Zina Pada Permendikbud Nomor 30 Tahun 2021”

Muhammad Muflih Gani

Memasuki akhir tahun 2021, publik khususnya netizen Indonesia dihebohkan dengan munculnya narasi pelegalan zina dalam Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Permendikbud) Nomor 30 Tahun 2021 Tentang Pencegahan dan Penanganan Kekerasan Seksual di Lingkungan Perguruan Tinggi. Sejak awal mencuatnya permendikbud ini, gelombang ketidaksetujuan dan seruan pencabutan ramai membanjiri lini masa sosial media dan pemberitaan, pro-kontrapun tidak bisa terelakkan. Permendikbud tersebut dituding berbenturan dengan Pancasila sebab menjadi pintu masuknya budaya liberal barat yang dikhawatirkan merusak nilai luhur bangsa dan menciderai norma kesusilaan dan  agama yang dikenal kuat mengakar di Indonesia sebab dianggap melegalkan perbuatan perzinahan. Bahkan salah seorang anggota DPR RI menuding Permendikbud 30 Tahun 2021 ini bukan hanya melegalkan zina tetapi juga perilaku LGBT. Sebenarnya tidak ada satupun frasa dalam Permendikbud ini yang melegalkan kedua perbuatan tersebut, perdebatan dan perseturuan pihak yang pro dan kontra bermula dari adanya frasa ‘tanpa persetujuan korban’ yang termuat dalam Pasal 5 ayat 2 huruf L & M Permendikbud Nomor 30 Tahun 2021 yang berbunyi :

(L) “Menyentuh , mengusap, meraba, memegang, memeluk, mencium dan/atau menggosokkan bagian tubuhnya pada tubuh Korban tanpa persetujuan Korban ;”

(M) Membuka pakaian Korban tanpa persetujuan Korban;”

Adanya frasa “tanpa persetujuan korban” ini dikenal dengan konsep ‘consent’ yang secara umum dapat diartikan sebagai pemberian persetujuan yang tidak dipaksakan (voluntary agreement). Frasa itu pula yang membuat masyarakat ribut dan terbelah. Muncul anggapan bahwa kalau begitu jika ‘korban’ setuju maka perbuatan seksual tersebut sah-sah saja untuk dilakukan karena tidak dikenai sanksi hukuman sehingga dapat membuka peluang pelegalan perbuatan zina (seks bebas). Disinilah perbedaan pemahaman itu bermula. Dimana pihak yang pro beranggapan frasa ‘tanpa persetujuan korban’ / consent dalam Permendikbud 30 sebagai tolak ukur yang penting dan perlu, sementara pihak kontra beranggapan frasa tersebut dapat membuka peluang perzinahan. Bagi pihak kontra, pencegahan dan penindakan kekerasan seksual dapat dilakukan dengan atau tanpa persetujuan (consent) korban.

Menurut penulis pemikiran pihak yang kontra terhadap Permendikbud 30 Tahun 2021 ini merupakan pemikiran yang tidak tepat. Ada beberapa hal yang harus dipahami terlebih dahulu. Pertama, penulis berada dalam posisi bahwa perbuatan zina atau seks bebas memang merupakan hal yang salah baik secara agama maupun norma kesusilaan dan jelas bertentangan dengan Pancasila sebagai falsafah kehidupan berbangsa dan bernegara. Kedua, Permendikbud Nomor 30 Tahun 2021 ini hanya berlaku di lingkungan perguruan tinggi saja dan tidak mengikat masyarakat Indonesia secara keseluruhan. Ketiga, kita harus memahami bahwa Permendikbud Nomor 30 Tahun 2021 sesuai peruntukannya hanya berfokus mengatur tentang pencegahan dan penganan kekerasan seksual saja sehingga sentralisasi dalam permendikbud ini terletak pada korban. Jika kita mengacu pada KBBI, korban bermakna orang yang mengalami penderitaan fisik, mental, dan/atau kerugian ekonomi yang diakibatkan oleh suatu tindak pidana. Nah, untuk dikategorikan sebagai korban, konsep ‘consent’ itu diperlukan.   Sebab hanya mereka yang tidak mengizinkan atau tidak menghendaki penderitaan fisik ataupun mental kepada dirinya sajalah yang dapat dikategorikan sebagai korban. Jika perbuatan seksual itu dilakukan dengan persetujuan kedua belah pihak maka jelas perbuatan tersebut tidak dapat digolongkan sebagai kekerasan seksual karena tidak ada korban yang timbul dan dengan demikian perbuatan itu terjadi atas dasar suka sama suka sehingga jelas tergolong sebagai perbuatan seks bebas yang mana seks bebas ini sama sekali tidak terkait dan tidak menjadi bahasan ataupun fokus dalam Permendikbud 30 Tahun 2021 ini. Selain itu, dengan adanya frasa ‘tanpa persetujuan korban’, perbuatan kekerasan seksual itu dapat dibuktikan dengan kuat sebab frasa tersebut dapat dijadikan unsur terjadinya eksploitasi pelaku terhadap korban. Sehingga penolakan terhadap Permendikbud 30 Tahun 2021 ini karena dianggap melegalkan zina merupakan penolakan yang salah alamat.

Lagipula, menurut penulis pertanyaan pentingnya harusnya, “Apakah dengan tidak disahkannya Permendikbud 30 Tahun 2021 ini angka perzinahan di Indonesia atau perguruan tinggi akan berkurang?” Saya yakin jawabannya adalah tidak. Sebab hingga saat ini belum ada ketentuan ataupun peraturan yang menggolongkan perilaku zina/seks bebas sebagai tindak pidana sehingga kita tidak bisa memidanakan orang-orang yang melakukan perbuatan tersebut. Lantas timbul pertanyaan baru, mengapa tidak diatur saja dalam Permendikbud 30 Tahun 2021 ini? Ya karena sedari awal Permendikbud ini hanya berfokus untuk mengatur pencegahan dan perlindungan terhadap korban kekerasan seksual di lingkungan perguruan tinggi. Bukan tentang seks bebas yang tidak menimbulkan korban. Sehingga pelarangan zina secara sah di mata hukum seharusnya diatur dalam ketentuan lain diluar Permendikbud Nomor 30 Tahun 2021 ini. Logika yang sama dapat diumpakan seperti bagaimana mungkin seorang pedagang khusus telur ayam dapat menjual 1 rak telur ayam jika di dalamnya tercampur telur bebek?

Pertanyaan penting lainnya adalah, “Apakah dengan disahkannya Permendikbud Nomor 30 Tahun 2021 ini akan membuat korban pelecehan seksual di lingkungan perguruan tinggi dapat memiliki landasan hukum yang kuat untuk memidanakan pelaku?” Maka jawabannya adalah iya! Sebab Permendikbud ini mengatur pencegahan dan penindakan kejahatan seksual  bukan hanya yang sifatnya fisik tetapi juga non-fisik. Dimana seringkali korban tidak bisa melaporkan pelecehan yang dialaminya sebab pembuktian kekerasan dan pelecehan seksual selama ini hanya sebatas perbuatan fisik belaka. Padahal perbuatan kejahatan seksual non-fisik juga berakibat fatal bagi korban dan jumlahnya terus meningkat. Bahkan menurut data Komnas Perempuan, sepanjang tahun 2015-2020 menunjukkan dari keseluruhan pengaduan kekerasan seksual yang berasal dari lembaga pendidikan, sebanyak 27 persen kasus terjadi di perguruan tinggi. Dimana 63% korban yang mayoritasnya adalah perempuan tidak ingin melaporkan kasusnya kepada pihak kampus dan memilih untuk diam karena takut dan tidak memiliki landasan hukum yang kuat.

Kalau begitu, apakah ada win-win solution mengenai masalah ini? Ada! Salah satu caranya adalah kita dapat terus mendukung pengesahan Rancangan Undang-Undang (RUU) Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) menjadi undang-undang yang saat ini masih dalam tahap pembahasan di DPR RI. Sebab di dalam RUU KUHPidana tersebut perbuatan zina / seks bebas di luar pernikahan dapat dipidana penjara 6 bulan hingga 1 tahun. Jadi, mereka yang menolak pengesahan Permendikbud Nomor 30 Tahun 2021 dengan kekhawatiran Permendikbud tersebut akan melegalkan perzinahan (padahal tidak) sebaiknya mulailah menggaungkan dukungan terhadap RUU KUHPidana ini dibanding terus membuat konten penolakan terhadap Permendikbud Nomor 30 Tahun 2021.

Karena pada akhirnya, jika RUU KUHPidana ini telah sah menjadi undang-undang, maka otomatis ia akan melengkapi Permendikbud 30 Tahun 2021 tadi yang hanya berfokus pada pencegahan dan penanganan kekerasan seksual di lingkup perguruan tinggi saja. Dengan adanya RUU KUHPidana maka perbuatan zina juga akan terlarang dan memiliki implikasi pidana. Lagipula, RUU KUHPidana ketentuannya akan mencakup seluruh masyarakat Indonesia, tidak hanya sebatas lingkup perguruan tinggi saja sebagaimana Permendikbud Nomor 30 Tahun 2021. Pihak yang pro-kontra pun dapat dengan tenang menjalani hidup tanpa perlu saling menyalahkan dan menyerang.

 

 

 

 

 

 

Saturday 28 August 2021

PERAN AKTIF PEMUDA, KUNCI UTAMA SUKSESNYA PENANGANAN PANDEMI COVID-19 DAN BANGKITNYA EKONOMI INDONESIA

“ PERAN AKTIF PEMUDA, KUNCI UTAMA SUKSESNYA PENANGANAN PANDEMI COVID-19 DAN BANGKITNYA EKONOMI INDONESIA”

Dalam Rangka Peringatan Hari Pemuda 2021

OLEH MUHAMMAD MUFLIH GANI

Memasuki awal tahun 2020 hingga saat ini, sebanyak 213 negara termasuk Indonesia terus berjibaku melawan pandemi  Covid-19 yang secara global mengubah kondisi sosial dan ekonomi dunia hampir di seluruh lini kehidupan. Tercatat, di Indonesia sendiri Pandemi Covid-19 berdampak sangat berat terhadap 29,12 juta orang angkatan kerja dan membuat jumlah pengangguran naik menjadi 9 juta orang. Bukan hanya itu, hingga saat ini (Desember 2021) terdapat 4.260.148 juta kasus positif Covid-19, sembuh sebanyak 4.111.250 jiwa dan meninggal sebanyak 143.986 jiwa.

Dengan sajian data di atas, sebagian kita tentu akan beranggapan bahwa Pandemi Covid-19 ini hanya membawa malapetaka dan mematikan banyak sektor usaha. Anggapan itu tidak keliru namun menurut saya kurang tepat. Kita sepatutnya tidak menyalahkan keadaan melainkan beradaptasi dan mencari peluang. Saya pribadi melihat pemuda Indonesia yang saat ini berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS) berjumlah 144,87 juta jiwa (gabungan populasi generasi Milenial kelahiran 1980-1995 dan generasi Z kelahiran 1996-2015) atau setara dengan 53,81% dari total penduduk Indonesia adalah jawaban untuk mengatasi pandemi ini.

Bukankah sejarah mengajarkan kepada kita betapa bangsa ini seringkali berhasil lolos dari berbagai ujian dan di setiap ujian itu pasti terselip peran aktif pemuda. Mulai dari masa pra-kemerdekaan dimana pergerakan kepemudaan saat itu mulai lahir tahun 1908 dengan munculnya Budi Utomo dan 20 tahun kemudian pada 1928 ‘Sumpah Pemuda’ digaungkan yang akhirnya menyatukan gerakan kedaerahan pemuda menjadi satu ikatan bersama yaitu Bertanah air satu Tanah Air Indonesia, Berbangsa satu Bangsa Indonesia dan Berbahasa satu Bahasa Indonesia. Lalu ada pula peristiwa Rengasdengklok dimana kaum muda terlibat perseteruan dengan generasi tua mengenai waktu proklamasi kemerdekaan yang akhirnya jatuh pada 17 Agustus 1945 atau kegigihan mahasiswa Indonesia pada tahun 1998 dalam menentang orde baru yang represif sehingga kita bisa menikmati buah demokrasi karena adanya reformasi. Semua itu diperankan oleh pemuda Indonesia yang tangguh. Begitupula saat pandemi ini.

Dengan sejarah yang demikian panjang itu, para pemuda Indonesia memang seharusnya penuh dengan sikap optimis, berani menghadapi tantangan dan melakukan perubahan. Hal ini senada dengan ucapan Bung Karno yang pernah berkata “Berilah aku 10 pemuda niscaya akan kuguncangkan dunia” maka pengaplikasian pesan itu tepat dilakukan di saat kondisi seperti ini. Jika dikatakan anak muda tidak berpengalaman, maka ketahuilah anak muda tidaklah menawarkan masa lalu melainkan sebaliknya, ia menawarkan masa depan. Ia membawa semangat pembaharuan dan optimisme. Dua hal yang saat ini dibutuhkan ketika pandemi menerjang Indonesia.

Pada kenyataannya memang banyak kerugian akibat pandemi, namun seiring itu pula timbul banyak gerakan kepemudaan yang menyeruak di berbagai belahan negeri. Bahkan di Kota Palu sendiri dimana saya ikut dalam gerakan baik yang dipelopori oleh anak muda yaitu “Jaga Palu”, sebuah komunitas yang sejak awal pandemi tahun 2020 hingga saat ini terus menghimpun donasi dan mengembangkan usaha mandiri untuk dapat membagikan paket sembako kepada masyarakat rentan di Kota Palu. Gerakan sosial semacam ini sangat banyak dilakukan oleh pemuda Indonesia dari Sabang hingga Merauke dalam berbagai bentuk kegiatan, mulai dari pembantuan pembelajaran online / daring, pemenuhan gizi hingga pembantuan pangan masyarakat. Bukan hanya dalam gerakan sosial tetapi juga kesehatan. Banyak inovasi kesehatan lahir selama pandemi, seperti Mahasiswa Universitas Sebelas Maret yang memproduksi Alat Pelindung Diri (APD) sebanyak 1.000 buah untuk rumah sakit di Yogyakarta, Mahasiswa Universitas Tadulako yang berhasil menemukan handsanitizer berbahan dasar daun kelor yang merupakan tumbuhan lokal dan kerap ditemui di Sulawesi Tengah, hingga penemuan Robot Sterilisasi Virus Covid-19 oleh Mahasiswa Universitas Brawijaya yang membantu Satgas Covid-19 di Malang. Selain itu kebanyakan tenaga kesehatan yang menjadi tulang punggung penanganan Covid-19 di Indonesia juga diisi oleh anak-anak muda baik itu dalam sektor formal maupun yang sifatnya relawan. Bukan hanya itu, influencer  di berbagai platform media sosial yang kerap mengkampanyekan masyarakat untuk taat protocol kesehatan dan melakukan vaksin juga diisi oleh anak muda.

Dalam bidang ekonomi sendiri memang kita melihat banyak sekali toko dan pusat perbelanjaan bahkan Usaha Kecil Menengah (UKM) terpaksa tutup secara offline, tetapi seiring itu pula aktivitas perniagaan elektronik/online (e-commerce) meningkat tajam selama pandemi. Data menunjukkan, dari 150 juta akun e-commerce Indonesia, 92 juta diantaranya dimiliki oleh generasi Z (kelahiran 1996-2015) dan millennial (kelahiran 1980-1995), dimana mayoritas akun e-commerce ini adalah UKM. Capaian tersebut tidak dapat dilepaskan dari kehandalan pemuda dalam penguasaan teknologi industri 4.0.  Terjadinya pergeseran pola perdagangan yang kreatif ini tentu membawa dampak positif bagi Indonesia, sebab berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Universitas Indonesia, sepanjang tahun 2020, 60% Pendapatan Domestik Bruto Indonesia disumbang oleh sektor UKM. Dan Alhamdulillah, pada kuartal II 2021 ini ekonomi Indonesia tumbuh secara positif di angka 7,07%. Tentu perolehan ini kita syukuri sebab tidak dapat terlepas dari peran pemuda yang terus aktif bergerak dalam gerakan sosial, kesehatan maupun ekonomi itu sendiri. Pemuda yang populasinya 53,81% ini tidak memutuskan untuk mengeluh atau berhenti selama pandemi, melainkan terus bergerak dengan bermanfaat. Para pemuda ini terbukti dapat mengubah kondisi krisis menjadi lompatan kemajuan.

Saya sadar masih banyak juga pemuda Indonesia yang justru menjadi biang permasalahan baik itu sebagai penyebar hoax, pemakai narkoba, bahkan pelaku kriminal. Tetapi, sudah tugas kita bersama sebagai anak bangsa untuk saling mengingatkan, kami juga berharap agar pemerintah dapat lebih merangkul dan memberikan pemuda Indonesia kesempatan bergerak yang lebih leluasa sehingga oknum pemuda yang tadinya menjadi biang permasalahan dapat turut serta menjadi kekuatan.

Di masa pandemi ini kita butuh sebanyak-banyaknya pemuda Indonesia  yang memiliki fisik yang kuat, mentalitas yang kuat dan intelektual yang kuat. Sehingga pemuda Indonesia dengan 3 kriteria tersebut dapat menjadi tonggak bersama dalam mengentaskan pandemi ini. Jika kita dapat memaksimalkan potensi kepemudaan ini dan terus komitmen bergerak bersama dalam gerakan sosial, kesehatan dan ekonomi maka saya yakin kita dapat dengan segera menggeser dampak buruk Pandemi Covid-19 dari bumi Indonesia.

Pada akhirnya, pandemi memang membuat kita kesusahan namun sekali lagi, Bangsa Indonesia yang besar ini telah terbukti lolos dari berbagai hantaman ujian akibat menerapkan nilai kebersamaan yaitu gotong royong dan semangat optimisme. Sebagaimana pidato Presiden Jokowi dalam Sidang Tahunan MPR RI pada 16 Agustus 2021 silam dimana beliau menegaskan bahwa kita harus yakin keadaan yang susah akan mengasah kita untuk menjadi manusia yang tangguh, kreatif dan inovatif.  Begitupula dengan pemuda Indonesia yang saat ini jumlahnya 53,81% harus memanfaatkan momentum pandemi ini agar puncak bonus demografi (jumlah penduduk produktif lebih banyak dari non-produktif) di tahun 2030 nanti dapat dimaksimalkan secara tepat sehingga target Indonesia Emas 2045 dimana Indonesia menjadi 5 besar kekuatan ekonomi dunia dapat terwujud.

Kita harus yakin mampu mencapai hal tersebut, sebab para pemuda Indonesia hari ini yang akan menjadi Sumber Daya Manusia (SDM) utama dalam memotori gerakan kemajuan Indonesia untuk menyongsong Indonesia emas 2045 ternyata mampu memanfaatkan krisis Pandemi Covid-19 sebagai ‘Kawah Candradimuka’ yang  menempa dan menguji mereka sehingga justru dari pandemi ini mereka melahirkan banyak sekali gerakan inovatif dan kreatif dalam hal sosial, ekonomi dan kesehatan yang terbukti mampu menyelamatkan negeri ini dari titik kejatuhan. Sehingga, tidak berlebihan dikatakan bahwa pergerakan pemuda adalah kunci utama suksesnya penanganan Pandemi Covid-19 dan bangkitnya ekonomi Indonesia. Pemuda, Indonesia terserah padamu.

------

Tentu perjalanan menuju 2045 terbilang masih panjang, tetapi bukan berarti kita dapat bersantai sebab dengan kondisi dan tantangan global yang tiap saat berubah begitu cepat membuat kita mau tidak mau harus mulai menyiapkan diri menghadapi perubahan dan tantangan global tersebut. Kita harus menyiapkan para pemuda yang populasinya 53,81% ini menjadi Sumber Daya Manusia (SDM) utama dalam memotori gerakan kemajuan Indonesia. Oleh sebab itulah kita harus bersyukur, Pandemi Covid-19 selain memiliki implikasi buruk ternyata mampu dimanfaatkan oleh pemuda kita sebagai ‘Kawah Candradimuka’ yang  menempa dan menguji mereka sehingga justru dari pandemi ini lahir banyak sekali gerakan inovatif dan kreatif dalam hal sosial, ekonomi dan kesehatan yang dipelopori oleh pemuda dan terbukti mampu menyelamatkan negeri ini dari titik kejatuhan. Sehingga tidak berlebihan dikatakan bahwa pergerakan pemuda adalah kunci utama suksesnya penanganan Pandemi Covid-19 dan bangkitnya ekonomi Indonesia. Pemuda, Indonesia terserah padamu.


Monday 4 April 2016

Tutorial mengetahui .Net Framework yang kita gunakan

Cmus Palu~NET Framework adalah sebuah perangkat lunak kerangka kerja yang utamanya berjalan pada sistem operasi Microsoft Windows.Pada dasarnya, .NET Framework memiliki 2 komponen utama: CLR dan .NET Framework Class Library.Program-program yang ditulis untuk .NET Framework dijalankan pada suatu lingkungan software yang mengatur persyaratan-persyaratan runtime program. 
Tutorial Cara mengetahui Net Framework yang kita gunakan

Sampai saat ini, .Net Framework tersedia sampai edisi 4.6 yang kalau tak salah rilis bulan Desember 2015 kemaren.Nah,karena program ini sangat penting bagi perangkat pc agan,jadi jangan sampai ketinggalan update terbarunya.Untuk mengetahui versi .Net Framework yang terinstall pada pc agan,kita bisa menggunakan 2 cara,yuk,simak di tutorial berikut :
TUTORIAL MENGETAHUI .NET FRAMEWORK YANG TERINSTALL
1.Menggunakan CMD
Tutorial mengetahui .Net Framework yang kita gunakan Tutorial mengetahui .Net Framework yang kita gunakan
Klik gambar untuk memperbesar
  • Buka CMD pada komputer agan,caranya,klik menu 'start' pada windows lalu ketikkan 'cmd'.
  • Setelah CMD terbuka,masukkan rumus ajaib ini :3 :                                                                  dir %WINDIR%\Microsoft.Net\Framework\v*
  • Dan,nanti akan keluar list versi .Net Framework apa saja yang telah terinstall pada pc agan.
2.Melalui Regedit
Tutorial mengetahui .Net Framework yang kita gunakan
Klik gambar untuk memperbesar
  • Buka Regedit dengan cara menekan tombol Windows bersamaan dengan tombol R pada keyboard agan.Lalu ketikkan 'Regedit'.
  • Buka folder HCKEY_LOCAL_MACHINE > Software > Microsoft > NET Framework Setup >NDP .
  • Nah,nanti agan dapat melihat list versi .Net Framework apa saja yang telah terinstall pada pc agan.
Untuk mempermudah agan dalam melakukan tutorial ini,silahkan klik gambar di atas atau silahkan berkomentar.Thanks.*MMG

Sunday 28 February 2016

Mempersoalkan LGBT dan kiprahnya serta payung hukumnya di Indonesia

LGBT dalam Undang Undang kita
Lesbian-Gay-Biseksual-Transgender
Cmus Palu~ Aktivis dan pendukung LGBT (Lesbian Gay Biseksual dan Transgender) saat ini kembali menunjukkan ke-eksistensiannya di Indonesia.Hal ini tak luput dari putusan Mahkamah Agung Amerika Serikat yang melegalkan pernikahan sejenis pada 26 Juni 2015 kemarin.Imbas dari putusan ini adalah pelegalan pernikahan sejenis di 13 negara bagian  AS yaitu : Connecticut, Iowa, Massachussets, Oregon, New Hampshire, New York, New Jersey, Vermont, Maryland, Hawaii, Maine, serta bersama dengan ibu kota Amerika Serikat,Washington DC.Sebenarnya,jauh sebelum Amerika,Denmark merupakan negara di zaman modern ini yang pertama kali megizinkan pernikahan sejenis sejak tahun 1989.

        Yah,setidaknya Denmark menjadi negara kedua yang pertama kali mendukung pernikahan sejenis setelah Sodom dan Amora (Gomorrah) 2 kota besar  yang hancur terkena kemurkaan Tuhan akibat melegalkan pernikahan sejenis (anda dapat membaca kisah 2 Kota ini dalam Al-Qur'an & Al-Kitab)

LGBT dalam Undang Undang kita
Klik gambar untuk memperbesar
       Mendengar istilah LGBT (Lesbian-Gay-Biseksual-Transgender) membuat saya teringat pada sepenggal bait lagu 'Zaman' yang dinyanyikan oleh Legenda Balada Indonesia,mas Ebiet G.Ade.Bait itu berbunyi ; 
"...Jalan lenggak gemulai enteng seperti kapas,tak tercermin sikap jantan sebagaimana kodratnya lelaki...Ia bersembunyi menyimpan tangis yang tak kuasa dibendung,ia jatuh cinta namun keburu sadar itu tak wajar,tanda tanya bergolak di dalam fikirannya,berdosakah?Sedang ia pun tak mengehendaki.Siapa gerangan yang dapat membantu menjawabnya...."
      Berdosakah?Hmm,bukan hak kita untuk menjudge.Namun,setau saya semua agama tidak ada yang melegalkan pernikahan sejenis.Terutama 3 Agama Samawi (Islam,Kristen,& Yahudi) yang menetapkan peraturan yang ketat serta hukuman yang berat bagi pelaku LGBT.Ini semua tak lain karena perilaku LGBT menyimpang dari kodrat yang telah ditentukan oleh Yang Kuasa.Namun,sekali lagi bukan hak kita untuk menjudge ia berdosa,biarlah itu menjadi urusannya dengan Tuhan.Kewajiban kita hanyalah memberikan arahan dan binaan.Jangan menyakiti perasaan orang lain.

      Tak menghendaki.Hmm,ini adalah pernyataan yang sering kita dengar menjadi alasan utama bagi pelaku LGBT untuk melegalkan pernikahan sejenis.Bukankah itu pemberian Tuhan?Naluri ini sudah ada sejak kami lahir.Jika Tuhan tak mengharamkan pernikahan sejenis kenapa Ia menanamkan naluri ini kepada kami?Well,saya akan bantu menjawabnya,perlu ditegaskan bahwa LGBT bukan bawaan lahir atau pengaruh gen dan ini telah dibuktikan dengan berbagai riset yang ada.Contohnya riset yang dilakukan oleh Prof George Rice dari Universitas Western Ontario pada tahun 1999.

      Lingkungan-lah yang kemudian berperan besar dalam pembentukan jati diri seseorang,termasuk orientasi seksualnya.Manusia pada umumnya akan menyadari rasa cinta ketika hormon seksualnya telah matang atau telah memasuki masa pubertas,jadi dari sini dapat disimpulkan bahwa LGBT bukanlah bawaan lahir.Namun penyimpangan seksual yang dimana lingkungan menjadi faktor utamanya.Dan menurut ilmu psikologi,penyimpangan ini dapat diobati dengan penanganan yang tepat.

Nasib pelaku LGBT di Indonesia
     Lantas,bagaimana dengan Indonesia?Negara yang terkenal dengan budayanya yang multiculture,negara yang terkenal dengan keramahan warganya dan toleransi yang tinggi.Dan juga dikenal sebagai negara dengan penganut Islam terbesar di dunia.Bagaimanakah sikap negara kita terhadap perilaku LGBT (Lesbian-Gay-Biseksual-Transgender) ini?
LGBT dalam Undang Undang kita
Berbeda-beda tetap satu.Sumber gambar : inilah.com
      Negara-negara yang berada di Eropa kebanyakan telah menerbitkan Undang-Undang yang melegalkan pernikahan sejenis dan para pelaku LGBT sudah dapat merasakan hidup bebas di sana tanpa perlu menyembunyikan identitasnya lagi.Sebuah impian yang masih terus diperjuangkan oleh para aktivis LGBT di Indonesia.'Nyanyian perjuangan' mereka masih sama dengan yang ada di Amerika,judulnya 'Hak Asasi Manusia'.Yah,HAM memang belakangan ini menjadi sebuah kalimat yang paling sering kita dengar berkaitan dengan LGBT.

     Dalam Undang Undang Dasar Negara RI tahun 1945,HAM diatur secara khusus dalam Bab XA yang memiliki 10 pasal.Yaitu dari pasal 28A - 28J.Pasal yang 'memperbolehkan pejuang LGBT' untuk  tetap eksis di bumi Indonesia terdapat pada pasal 28E (2) dan 28E (3).Dimana dalam pasal tersebut dijelaskan bahwa hak untuk mengeluarkan pendapat dan menyatakan pikiran merupakan hak yang tak bisa diganggu gugat oleh negara.

     Lebih lanjut,dalam Pasal 28I (1) dijelaskan bahwa hak untuk kemerdekaan pikiran dan hati nurani adalah hak yang tidak dapat dikurangi dalam hal apapun.Sampai disini kebebasan untuk memperjuangkan hak LGBT mendapat jalur hijau dari UUD kita,namun,ketika kita melihat dalam pasal 28I (5) yang berbunyi :
"Untuk menegakkan dan melindungi Hak Asasi Manusia sesuai dengan prinsip negara hukum yang demokratis, maka pelaksanaan hak asasi manusia dijamin, diatur dan dituangkan dalam peraturan perundang-undangan.”
      Dalam pasal tersebut tampak jelas bahwa penegakan HAM diatur lebih lanjut dalam perundang-undangan kita.Nah,lembaga yang berhak untuk membuat Undang-Undang adalah DPR.Jadi,lega tidak legalnya LGBT masih menunggu keputusan anggota dewan kita di Senayan.

     Oh,ya,dalam Pasal 28B (2) dijelaskan bahwa "Setiap orang berhak membentuk keluarga dan melanjutkan keturunan melalui perkawinan yang sah".Dan,sekali lagi,perkawinan sejenis belumlah legal dalam negara ini.Jadi,ini kembali lagi ke keputusan yang akan dibuat oleh para wakil rakyat kita yang terkenal akan kebolosannya itu,apakah memperbolehkan LGBT atau tidak.

     Sejauh ini,ormas-ormas besar di Indonesia telah berkampanye untuk menolak LGBT dan Majelis Ulama Indonesia juga sudah mengeluarkan fatwa bahwa perilaku LGBT itu haram merujuk pada Al-Qur'an.Tapi,Indonesia adalah negara yang berlandaskan Konstitusi dan Pancasila bukan negara yang berdasar fatwa suatu agama.Jadi,satu satunya cara untuk melegalkan LGBT di Indonesia hanyalah dengan melalui pengesahan Undang-Undang.

      Dan,untuk menunggu sampai hal tersebut terwujud,Indonesia akan terus diramaikan dengan adanya kampanye yang pro dan anti LGBT.Sekali lagi,bukan hak kita untuk melarang dan menyakiti mereka karena mengeluarkan pendapat.Pesan saya :
Jangan jauhi dan sakiti mereka yang memperjuangkan LGBT karena kita memiliki status yang sama,yaitu manusia.Dan manusia haruslah memanusiakan sesama manusia.Namun ini bukan berarti kita harus menerima apa yang mereka perjuangkan.Tetaplah berpegang teguh pada agama dan keyakinan kita masing-masing.Ingatlah bahwa LGBT tidak untuk dikembangkan melainkan untuk dibina (*MMG)